Ketegangan Perbatasan Memperbesar Peran Militer
Konflik antara Thailand dan Kamboja memperkokoh posisi pemimpin pro-junta di Bangkok. Meski kudeta baru belum tentu terjadi dalam waktu dekat, bentrokan yang menewaskan puluhan orang membuka jalan bagi militer untuk beroperasi dengan pengawasan sipil yang minim. Sejak 1931, Thailand telah mengalami sedikitnya 12 kudeta, dengan militer menjadi aktor dominan di panggung politik.
Krisis Politik dan Koalisi Renta
Pemilu 2023 sempat mengantarkan Partai Move Forward sebagai pemenang, namun kekuasaan beralih ke Partai Pheu Thai yang membentuk koalisi tak terduga dengan kubu militeris. Koalisi ini mulai goyah saat konflik dengan Kamboja memanas. Langkah Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra yang mencoba meredakan ketegangan justru berujung pada bocornya rekaman pembicaraan oleh mantan PM Kamboja, Hun Sen, memicu krisis politik di dalam negeri.
Keluarga Shinawatra di Bawah Tekanan
Setelah bocornya rekaman, Partai Bhumjaithai keluar dari koalisi dan tuduhan pengkhianatan pun diarahkan kepada Pheu Thai. Beberapa jenderal menduduki posisi kunci di pemerintahan, termasuk Kementerian Pertahanan. Paetongtarn, putri Thaksin Shinawatra yang digulingkan pada 2006, kini menghadapi ancaman larangan politik, sementara Thaksin sendiri terjerat kasus hukum.
Militer Semakin Mandiri
Pengamat menilai kontrol sipil terhadap militer makin melemah, terutama di wilayah perbatasan yang berada di bawah hukum darurat. Komandan militer bahkan menyatakan tak perlu menunggu perintah pemerintah untuk melakukan pembalasan. Kondisi ini meningkatkan kekhawatiran akan potensi eskalasi di masa depan.
Kepercayaan Publik pada Militer
Survei terbaru menunjukkan militer menjadi institusi yang paling dipercaya publik dalam mengatasi konflik perbatasan, jauh mengungguli pemerintahan sipil. Sentimen nasionalisme yang meningkat membuat posisi militer semakin kuat.
Masa Depan Politik Thailand
Putusan Mahkamah Konstitusi terkait Paetongtarn dan Thaksin akan menjadi penentu arah politik Thailand. Jika Pheu Thai melemah, faksi konservatif dan militeris berpeluang besar mengambil alih, bahkan membuka pintu bagi kembalinya mantan pemimpin junta Prayut Chan-ocha. Kudeta mungkin belum pasti, tapi peluangnya tetap ada di tengah penguatan militer saat ini.
Baca Juga: Bupati Pati Kena Lempar Botol Saat Temui Massa